free space

Jumat, 07 Desember 2012

Kisah Tuna Netra Pembuat Al-Qur’an Braille

Kekurangan yang seseorang miliki mungkin merupakan salah satu kelemahan yang mempengaruhi jalan hidupnya. Namun beda dengan Anik Indrawati yang berprestasi meskipun matanya tidak dapat melihat lagi.
Keinginan dari Anik Indrawati, 34 warga Jl Simo Pomahan Baru XII No 15, Surabaya, Jawa Timur ini untuk terus berkarya dalam upaya  membantu sesama penderita tuna netra agar bisa membaca atau paling tidak mengenal huruf Arab, perlu mendapat dukungan. Berawal dari kebiasaannya membaca ayat-ayat suci Al-Qu'ran, membawa dirinya untuk menciptakan Al-Qur'an dengan menggunakan huruf Braille atau alat baca bagi penyandang tuna netra. "Ini saya mulai sekitar tiga tahun lalu. Tepatnya, saat saya belajar dengan ustadz bernama Adi Subroto (almarhum) yang tinggal di Jl Darmo Kali Gang Tugu nomor 21, Surabaya," kata Anik saat ditemui VIVAnews di rumahnya, Senin 23 Agustus 2010. Ditemani suaminya, Suharto, 40 tahun, Anik menceritakan, keinginan itu dilakoni setelah ia dan suaminya bisa membeli mesin ketik berlogo 'Parking Braille' buatan David Abraham. Sejak itu hari-harinya diisi dengan memainkan tut mesin ketik untuk mencetak lafal Arab dalam huruf Braille. "Harapan saya, penderita tuna netra seperti saya juga bisa membaca atau mengaji," ujarnya polos. Tak menyangka, kelincahan jari-jemarinya kemudian membuahkan hasil. Sebuah percetakan bernaung dibawah Yayasan Pendidikan Tuna Netra Islam Karunia (Yaptunik), Surabaya memberikan rekomendasi, mencetak karyanya menjadi Al-Qur'an untuk diedarkan ke penyandang cacat. "Alhamdulillah, saya mendapat ongkos Rp 20 ribu per halaman. Bahan kertasnya dikirim atau disediakan oleh yayasan itu," katanya. Suharto, suami yang juga penyandang tunanetra terus memberi semangat kepada sang isteri. Lelaki kelahiran Tuban, Jawa Timur itu bertindak sebagai korektor dari hasil ketikan isterinya. Di sela kesibukannya sebagai tukang pijat di rumahnya, ia selalu menyisihkan waktu mengoreksi hasil pekerjaan istrinya. "Suami saya yang mengoreksi, membetulkan tadjwid atau apa saja yang kurang tepat," lanjut Anik. Mendapat bagian mengoreksi, Suharto mengaku tidak kesulitan. Ia yang pernah mondok atau belajar mengaji juga tidak segan bertanya pada senior atau gurunya jika ada ganjalan saat mengoreksi. Wanita asal Surabaya itu mengaku sehari bisa menyelesaikan 1 halaman ketikan bahasa Arab yang disajikan dengan huruf Braille. Seminggu sekali hasil jerih payahnya kemudian disetor ke yayasan yang menjadi langganannya. Meski dikerjakan dengan teliti, wanita itu mengatakan juga tidak luput dari salah ketik. Kalau sudah begitu, bersama suaminya ia membetulkan tindasan paku tumpul yang membuat kertas jenis manila itu tercetak timbul untuk dibenahi. "Bulatan yang timbul oleh tindasan paku harus kita hapus. Caranya, ditimpa lagi dengan alat hapus yang disebut pen hapus. Bulatan timbul itu kita tindas supaya rata, terus kita betulkan dengan titik-titik yang benar," terangnya. Ia memberi contoh, untuk huruf yang terbaca Alif, ditindas dengan satu bulatan. Untuk Ba' tercipta dari tindasan satu bulatan dan dua bulatan. "Begitu seterusnya, masing-masing huruf Arab ada kode tersendiri jika diubah ke huruf Braille," katanya sambil memberi contoh membaca huruf Arab Braille itu dengan tangannya meraba kertas timbul tersebut. Dengan ciptaannya, Al-Qur'an berhuruf Braille diharapkan mereka yang memiliki kelainan melihat tidak putus asa mempelajari kitab suci umat Islam ini. Selebihnya, ia juga mengaku bersyukur Allah memberikan kelebihan dibalik keterbatasannya tidak bisa melihat layaknya orang yang normal. Pasangan suami isteri yang keduanya menderita kebutaan sejak kecil mengaku pantang untuk mengeluh. "Untuk apa harus mengeluh. Allah Maha Besar, dengan seperti ini saya jadi mengetahui kebesaran-Nya," urai Anik yang mengaku terenyuh rumahnya mulai dikenal wartawan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ip